Palembang, Hariansriwijaya.com – Wakil Gubernur Sumatera Selatan, H. Cik Ujang, menyoroti pentingnya digitalisasi keuangan daerah dan penguatan ketahanan pangan sebagai strategi utama dalam menjaga stabilitas ekonomi regional. Hal tersebut disampaikannya saat membuka kegiatan Rapat Koordinasi, Capacity Building, dan High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) se-Sumsel yang digelar di Hotel Novotel Palembang, Selasa (8/7/2025).
Dalam sambutannya, Cik Ujang menegaskan bahwa percepatan elektronifikasi transaksi pemerintah daerah (ETPD) tidak hanya bertujuan memperbaiki efisiensi pengelolaan keuangan publik, tetapi juga membuka peluang peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Ketika masyarakat merasa nyaman melakukan pembayaran secara digital, penerimaan daerah akan meningkat. Hal itu akan kami kembalikan dalam bentuk layanan dan pembangunan untuk masyarakat,” ujarnya.
Ia juga menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi Sumsel berkomitmen menjadikan digitalisasi sebagai tulang punggung transformasi ekonomi daerah, yang bersinergi langsung dengan program pengendalian inflasi.
Hingga pertengahan tahun 2025, inflasi Sumsel tercatat berada di level 1,88 persen. Meskipun relatif terkendali, Cik Ujang mengingatkan seluruh kepala daerah agar tetap waspada terhadap pergerakan harga kebutuhan pokok.
“Jangan lengah. Distribusi dan ketersediaan bahan pangan seperti beras, cabai, bawang, serta daging ayam harus tetap terjaga,” tegasnya.
Ia juga mendorong penguatan Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP) serta kerja sama lintas kabupaten dan kota guna menciptakan ketahanan pangan yang berkelanjutan di tingkat lokal.
Di kesempatan yang sama, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan, Bambang Pramono, mengungkapkan bahwa sektor makanan, transportasi, pendidikan, serta pakaian dan alas kaki masih menjadi penyumbang utama inflasi di daerah.
Selain itu, ia menyoroti potensi tekanan dari inflasi inti, terutama akibat kenaikan harga komoditas seperti kopi dan emas, yang bisa berdampak pada daya beli masyarakat.
“Solusi jangka menengah yang kami dorong meliputi digitalisasi di sektor pertanian, pemanfaatan social funding, hingga model korporatisasi petani agar mereka lebih mudah mengakses pembiayaan,” jelas Bambang.
Kegiatan ini turut dihadiri oleh pejabat lintas instansi, termasuk dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pusat Statistik (BPS), BMKG, serta para kepala daerah se-Sumatera Selatan.