Palembang, Hariansriwijaya.com – Sistem marga, yang dahulu menjadi bagian integral dari pemerintahan adat di Sumatera Selatan (Sumsel), dianggap masih memiliki peranan penting dalam memperkuat identitas masyarakat hukum adat. Meskipun secara resmi sistem marga dihapus oleh pemerintah Orde Baru pada 1983, pengakuan terhadap keberadaannya dinilai relevan dan perlu mendapat perhatian kembali.
Dr. Kunthi Tridewiyanti, pakar hukum adat dan gender dari Srikandi TP Sriwijaya, menegaskan bahwa sistem marga bukan sekadar warisan budaya semata, melainkan merupakan institusi sosial adat yang memiliki struktur serta fungsi yang jelas dalam masyarakat.
“Marga terkait erat dengan garis keturunan atau genealogis, sehingga menjadi aspek krusial dalam studi antropologi,” ujarnya saat diwawancarai Kamis (24/7/2025).
Dalam kerangka Undang-Undang Desa, desa dapat diakui sebagai masyarakat hukum adat berdasarkan wilayah geografis. Namun, pengakuan atas aspek genealogis seperti marga masih belum mendapatkan pijakan kuat dalam regulasi yang ada.
Dr. Kunthi menambahkan, saat ini DPR RI tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang telah tertunda selama empat periode legislatif. “Kami berharap dalam periode ini RUU tersebut dapat segera disahkan, karena pengakuan hukum terhadap masyarakat adat sangat mendesak,” kata mantan Komisioner Komnas Perempuan itu.
Penghapusan sistem marga melalui SK Gubernur Sumsel Nomor 142/KPTS/III/1983 menurut Dr. Kunthi merupakan langkah politis yang mengabaikan akar budaya dan identitas masyarakat setempat.
“Dalam kajian antropologi, satu marga merepresentasikan satu keturunan yang terikat hubungan darah. Ini bukan hanya nilai budaya, melainkan juga struktur sosial yang nyata,” tegasnya.
Sebagai perbandingan, Dr. Kunthi mengangkat contoh sistem desa di Bali yang membedakan antara desa adat dan desa dinas, masing-masing memiliki kewenangan khusus. Menurutnya, model tersebut dapat dijadikan acuan dalam upaya pengakuan marga di Sumsel.
“Penghapusan marga berakibat pada hilangnya akar sejarah masyarakat. Padahal, marga memiliki fungsi sosial penting, termasuk aturan pernikahan yang melarang kawin antar marga dekat,” pungkasnya.