Muara Enim, Hariansriwijaya.com – Pemerintah Kabupaten Muara Enim bekerja sama dengan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Sumatera Selatan resmi memulai tahap perbaikan Jembatan Enim II. Selama proses rehabilitasi yang dijadwalkan berlangsung dua bulan, arus lalu lintas dialihkan ke Jembatan Enim III sebagai jalur alternatif.
Bupati Muara Enim, H. Edison, dalam keterangannya pada Rabu (20/8/2025), menyampaikan bahwa penggunaan Jembatan Enim III harus memperhatikan batas tonase maksimal yang bisa ditanggung oleh infrastruktur tersebut. Ia mengingatkan bahwa jembatan alternatif itu tidak dirancang untuk menampung kendaraan bertonase besar.
“Selama Jembatan Enim II menjalani perbaikan oleh BBPJN, seluruh kendaraan dari arah Lahat, Prabumulih, hingga Lampung akan dialihkan melewati Jembatan Enim III. Namun, kami telah melakukan pengecekan untuk memastikan kapasitas beban yang aman dilalui kendaraan. Hasilnya akan segera kami umumkan kepada masyarakat,” ujar Edison.
Tonase Dibatasi Maksimal 10 Ton
Jembatan Enim III diketahui hanya mampu menahan beban hingga 10 ton. Dengan demikian, kendaraan berat seperti truk angkutan material atau logistik bermuatan besar dilarang melintasi jalur tersebut. Pemkab juga akan mengatur pola lalu lintas di sekitar jembatan guna menghindari kemacetan dan potensi kerusakan akibat overkapasitas.
“Pengaturan arus kendaraan akan dilakukan secara ketat. Kami masih menunggu rekomendasi dari BBPJN apakah sistem satu arah atau buka tutup diberlakukan, tergantung kondisi lapangan,” jelasnya.
Jalur Alternatif Akan Dibenahi Sebelum Difungsikan
Sebelum digunakan sebagai jalur pengganti, Pemkab Muara Enim memastikan akan memperbaiki terlebih dahulu kondisi Jembatan Enim III dan akses jalan penghubungnya. Langkah ini dilakukan untuk menjamin keselamatan pengguna jalan dan kelancaran arus lalu lintas selama masa rehabilitasi jembatan utama.
Selain itu, Bupati Edison kembali menegaskan bahwa jalur tersebut tidak boleh dilewati oleh kendaraan pengangkut batu bara. Kebijakan ini sudah disuarakan pemerintah daerah, meski keputusan akhir tetap berada di tingkat provinsi.
“Alhamdulillah, untuk angkutan batu bara memang sudah kami dorong agar tidak diizinkan melintas. Tapi tentu keputusan penuh berada di tangan Gubernur,” tutup Edison.