Palembang, Hariansriwijaya.com – Sebanyak 107 karyawan PT Belitang Panen Raya (BPR), sebuah perusahaan pengolahan beras di Sumatera Selatan, dilaporkan belum menerima gaji mereka yang totalnya mencapai Rp6,1 miliar. Kasus ini kini mendapat perhatian serius dari Federasi Serikat Pekerja Petani dan Perkebunan (FSP.PP-SPSI) Sumsel yang melaporkannya ke Polda Sumatera Selatan.
Ketua PD FSP.PP-SPSI Sumsel, Cecep Wahyudin, menyebutkan bahwa persoalan ini sudah berlangsung cukup lama dan sempat difasilitasi oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumsel. Namun, kesepakatan hasil mediasi tak kunjung dijalankan oleh pihak manajemen perusahaan.
“Pelanggaran ini bersifat normatif dan cukup berat. Selain soal tunggakan gaji, juga terdapat dugaan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dan upaya pemberangusan serikat pekerja (union busting),” ungkap Cecep dalam keterangan usai menghadiri rapat koordinasi dengan Desk Ketenagakerjaan Ditintelkam Polda Sumsel, Selasa (16/9).
Cecep menambahkan bahwa nilai tunggakan sebesar Rp6,1 miliar itu merupakan hasil perhitungan resmi dari Disnakertrans Sumsel dan belum termasuk pesangon bagi karyawan yang terkena PHK.
“Ada sembilan pengurus serikat kami yang bekerja di perusahaan itu. Delapan orang sudah diberhentikan secara sepihak,” katanya.
Lebih lanjut, Cecep menegaskan pihaknya siap membawa kasus ini ke ranah pidana apabila perusahaan tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya.
Sementara itu, penasihat hukum para karyawan, Mardiansyah, menyayangkan sikap manajemen PT BPR yang tidak hadir dalam rapat koordinasi tersebut.
“Kami menilai telah terjadi pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, khususnya Pasal 28 dan Pasal 43 ayat (1). Pelanggaran ini bisa dikenai sanksi pidana penjara antara 1 hingga 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta,” jelas Mardiansyah.
Tim hukum yang mendampingi para pekerja juga terdiri dari Zulfikar SH MH, Sarwani SH, Didi Epriadi SH, Zulfiandi SH, dan Beni Affandi SH. Mereka mendorong agar aparat penegak hukum bertindak profesional dan segera menindaklanjuti laporan tersebut.
“Kami percaya Polda Sumsel akan menangani kasus ini secara objektif dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” pungkas Mardiansyah.