JAKARTA – Industri perfilman Indonesia kembali kedatangan film bergenre komedi segar bertajuk “Gjls – Ibuku Ibu-Ibu”, sebuah karya orisinal dari trio komika populer GJLS yang terdiri dari Gilang, Julid, dan Sabil. Film ini resmi tayang di bioskop mulai Juni 2025 dan langsung menarik perhatian publik karena mengusung konsep absurd namun relevan dengan dinamika kehidupan masyarakat Indonesia.
Film ini menjadi debut layar lebar dari GJLS, grup kreator konten yang dikenal luas lewat kanal YouTube mereka dengan jutaan penonton setiap pekan. Mereka membawakan gaya humor khas, kritis, dan sering kali membongkar hal-hal tabu dalam format komedi yang ringan namun tajam.
Plot yang Absurd tapi Dekat dengan Realita
“Gjls – Ibuku Ibu-Ibu” menceritakan tentang kehidupan tiga pemuda yang tinggal bersama ibunya masing-masing dalam satu rumah kontrakan. Suatu hari, mereka mengalami krisis eksistensial saat mendapati bahwa ibu mereka mulai bertingkah aneh dan menyimpan rahasia yang tidak biasa.
Cerita berkembang ketika para ibu di lingkungan tersebut ternyata memiliki ikatan misterius dan tergabung dalam sebuah komunitas yang penuh teka-teki. Dari sinilah kekacauan, kejadian lucu, dan berbagai sindiran sosial mulai muncul, mengajak penonton menertawakan sekaligus merenungi hubungan keluarga, budaya patriarki, dan ekspektasi sosial terhadap perempuan.
Kolaborasi Antarkomika dan Sineas Muda
Film ini disutradarai oleh Reno Siahaan, sineas muda yang dikenal lewat karya pendek bertema eksentrik dan humanis. Naskah ditulis langsung oleh anggota GJLS, bekerja sama dengan Tim Tulisan Produksi Bawah Tanah, yang sebelumnya sukses menulis naskah-naskah sketsa viral di media sosial.
“Film ini adalah ekspresi bebas kami terhadap fenomena sosial yang sering dianggap tabu. Kami bungkus dengan tawa, tapi sebenarnya banyak hal yang ingin kami kritisi,” ujar Gilang Bhaskara, salah satu personel GJLS saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (10/6).
Ia menambahkan bahwa pendekatan film ini memang tidak umum, tetapi tetap mengutamakan keterikatan emosi dengan penonton. “Kami tidak sedang membuat film untuk semua orang. Tapi kami percaya, ada banyak orang yang akan merasa film ini mewakili mereka,” katanya.
Diperankan oleh Komedian dan Aktris Senior
Selain GJLS yang menjadi pemeran utama, film ini juga dibintangi oleh sejumlah aktris senior seperti Nani Wijaya, Ratna Riantiarno, dan Enny Beatrice yang berperan sebagai para ibu. Keberadaan para aktris ini dinilai memperkaya nuansa film, menciptakan kontras yang unik antara akting realis para senior dan komedi absurd para komika.
“Ini pengalaman baru buat saya. Saat pertama kali membaca naskahnya, saya sempat bingung, tapi setelah berdiskusi dengan tim, saya tahu bahwa film ini punya pesan penting, terutama tentang peran ibu dalam membentuk karakter generasi muda,” ungkap Ratna Riantiarno.
Reaksi Penonton dan Kritikus: Lucu, Gelap, dan Penuh Makna
Sejumlah penonton yang telah menyaksikan pemutaran perdana film ini memberikan respons positif. Mereka memuji keberanian film dalam mengangkat tema sosial tanpa menggurui.
“Lucunya itu bukan cuma lucu receh, tapi ada pesan di baliknya. Ini film komedi yang bikin mikir,” ujar Amanda, salah satu penonton di CGV Grand Indonesia.
Sementara itu, pengamat film Ari Kurniawan menyebut film ini sebagai bentuk “komedi eksperimental yang berhasil”. Ia menyatakan bahwa “Gjls – Ibuku Ibu-Ibu” membuka ruang baru dalam genre komedi Indonesia yang selama ini cenderung formulaik.
Satire Sosial dalam Bingkai Komedi Ringan
Salah satu kekuatan utama film ini adalah keberaniannya menyelipkan satire sosial, mulai dari stereotip peran gender, sistem keluarga patriarki, hingga budaya gosip ibu-ibu kompleks perumahan. Namun, semua itu dikemas dalam balutan narasi ringan dan visual yang estetik, sehingga tidak terasa menggurui.
“Film ini semacam oase di tengah gempuran film dengan tema berat atau horror. Kita bisa ketawa sambil ngerasa ‘ih, ini gue banget’,” ungkap salah satu warganet dalam ulasan di media sosial X (Twitter).
Upaya GJLS Mendorong Ruang Kreatif Baru di Perfilman
Dengan merilis film ini, GJLS berharap bisa membuka jalan bagi kreator digital lain untuk mengekspansi karya mereka ke medium yang lebih luas.
“Kalau YouTube adalah panggung kecil, maka film ini adalah panggung besar. Tapi semangatnya tetap sama: buat konten yang jujur, autentik, dan bisa dinikmati,” kata Sabil dari GJLS.
Film ini diproduksi oleh Rumah Rasa Pictures, didistribusikan oleh CJ Entertainment Indonesia, dan akan tayang di lebih dari 100 bioskop di seluruh Indonesia.
Penutup
“Gjls – Ibuku Ibu-Ibu” bukan sekadar film lucu. Ia adalah refleksi sosial dalam balutan humor yang cerdas dan relatable. Film ini menunjukkan bahwa komedi bisa menjadi alat kritik sosial yang efektif, selama dikerjakan dengan jujur dan autentik.
Bagi penonton yang mencari hiburan penuh tawa namun tetap bermakna, film ini menjadi salah satu pilihan yang patut disaksikan. Tak hanya mengocok perut, film ini juga membuka mata—bahwa di balik tawa, selalu ada cerita yang layak direnungkan