Banyuasin, Hariansriwijaya.com – Meskipun Kabupaten Banyuasin dikenal sebagai lumbung perikanan terbesar di Provinsi Sumatera Selatan, para nelayan di wilayah ini masih bergulat dengan persoalan klasik: harga bahan bakar minyak (BBM) yang melambung.
Keluhan itu disampaikan langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Banyuasin, Erwin Ibrahim, dalam pertemuan bersama anggota DPRD Sumsel, Senin (21/7/2025). Ia mengungkapkan bahwa mayoritas nelayan kecil semakin tertekan akibat mahalnya biaya operasional melaut.
“Nelayan kita, khususnya yang skala kecil, sangat terbebani oleh harga BBM yang tinggi. Ini menjadi masalah serius yang harus segera ditangani,” ujar Erwin.
Tak hanya nelayan tangkap, kelompok pembudidaya ikan pun ikut terdampak. Mahalnya harga pakan yang sebagian besar dipasok dari luar daerah, terutama dari Lampung, mempersempit margin keuntungan mereka.
“Biaya pakan ikan cukup tinggi karena didatangkan dari Lampung. Akibatnya, keuntungan nelayan budidaya menjadi sangat minim,” tambah Erwin.
Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), nilai tukar nelayan di Banyuasin masih bertahan di angka 100. Ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan nelayan belum mengalami peningkatan berarti.
Ironisnya, pada tahun 2024, produksi perikanan di Kabupaten Banyuasin tercatat mencapai 108.812 ton—terdiri dari 62.470,68 ton perikanan tangkap dan 45.658,32 ton hasil budidaya. Bahkan, sebagian hasil tersebut telah menembus pasar ekspor.
“Angka produksi kita cukup tinggi, tapi kalau biaya operasional terus membengkak, tentu ini akan mengancam keberlanjutan usaha para nelayan,” kata Erwin.
Selain sektor perikanan, tantangan juga melanda sektor pertanian di Banyuasin. Minimnya infrastruktur hilirisasi membuat petani terpaksa menjual gabah ke daerah lain, terutama Lampung, karena belum tersedianya teknologi pengolahan yang memadai di tingkat lokal.
“Petani kita belum bisa mengolah hasil panen secara mandiri karena keterbatasan teknologi,” jelasnya.
Dengan luas wilayah mencapai 12.262,75 km² dan menyandang status sebagai daerah penghasil beras terbesar ketiga secara nasional, Banyuasin menyimpan potensi besar. Namun potensi itu, menurut Erwin, tak akan maksimal tanpa dukungan serius dari pemerintah pusat dan provinsi.
“Potensi besar ini butuh perhatian dan intervensi kebijakan dari pusat maupun provinsi agar bisa benar-benar memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.