Palembang, Hariansriwijaya.com – Parade Bunyi’an 2025 yang berlangsung di Lawang Borotan, Palembang, menyuguhkan momen menggetarkan ketika lima penari cilik dari berbagai sekolah di kota ini membawakan Tari Tanggai, salah satu ikon seni tradisi Sumatera Selatan. Pertunjukan tersebut menjadi salah satu sorotan dalam rangkaian pembuka festival yang digelar pada Jumat malam (25/7/2025).
Tepat pukul 20.59 WIB, suasana yang sebelumnya riuh oleh denting gamelan, irama elektronik, dan lantunan puisi berubah hening. Sorotan lampu panggung menyorot kelima penari yang tampil anggun dengan busana adat Palembang lengkap—berhiaskan mahkota gemerlap, selendang berkilau, dan tanggai emas di jemari mereka.
Mereka adalah:
- Indiera Fikriaeliny (SMPN 43 Palembang)
- Canty Siti Halizah (SMAN 2 Palembang)
- Salwa Asyfa (SMPN 18 Palembang)
- Siti Maziyah Malala (SDN 55 Palembang)
- Kalila Qatrunnada (SD IBA Palembang)
Tarian mereka bukan sekadar gerak ritmis, melainkan bentuk penghormatan dan simbol budaya yang kaya makna. Setiap gerakan—dari anggukan kepala, kibasan selendang, hingga lentikan jari—menghadirkan nuansa sakral dan emosional yang membuat ratusan penonton terdiam dalam kekaguman.
“Tari Tanggai bukan sekadar hiburan. Ia adalah bentuk penyambutan yang sarat nilai adab dan penghargaan dalam budaya Palembang,” ujar Muhammad Nasir, Ketua Dewan Kesenian Palembang (DKP), yang tampak terharu usai pertunjukan.
Parade Bunyi’an 2025 merupakan bagian dari program tahunan Komunitas Kawan Lamo, yang bekerja sama dengan DKP. Tahun ini menjadi edisi keempat dari festival seni lintas disiplin tersebut. Selama dua hari penyelenggaraan, acara ini menampilkan perpaduan seni musik, tari, instalasi suara, hingga pertunjukan sastra.
Menurut Ketua Komunitas Kawan Lamo, M. Fitriansyah, festival ini dirancang sebagai ruang pertemuan antara warisan budaya dan kreativitas modern.
“Kami ingin menciptakan ruang di mana tradisi dan inovasi saling berdialog. Tanggai adalah simbol dari kekuatan budaya yang terus hidup, selama generasi mudanya mau menjaga dan membawanya ke masa depan,” ucap Fitriansyah.
Tari Tanggai menjadi salah satu dari 16 penampilan yang membuka Parade Bunyi’an tahun ini. Di tengah keberagaman genre dan ekspresi seni, kehadiran tarian klasik ini menjadi penyeimbang—mengingatkan pengunjung akan akar budaya lokal di tengah derasnya modernisasi.
Bagi para penonton, penampilan Tari Tanggai malam itu bukan hanya pertunjukan seni, melainkan pengalaman emosional. Beberapa terlihat meneteskan air mata, yang lain larut dalam keheningan penuh haru sebelum akhirnya memberikan tepuk tangan panjang saat penari memberi salam penutup.
Parade Bunyi’an 2025 masih akan berlangsung hingga Sabtu (26/7/2025). Warga Palembang dan sekitarnya diajak untuk hadir dan menyaksikan langsung bagaimana seni menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan.