Hariansriwijaya.com – Kebijakan ketat yang melarang masuknya sapi dari wilayah terdampak penyakit Anthrax dan Brucellosis ke Sumatera Selatan (Sumsel) memunculkan modus baru di lapangan. Sejumlah pedagang diduga menggunakan jalur pengiriman alternatif melalui provinsi tetangga agar hewan ternak dapat masuk tanpa terdeteksi dan tercatat dalam sistem pelaporan resmi Isikhnas.
Kepala Otoritas Veteriner Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Sumsel, Jafrizal, menyatakan bahwa para pedagang memanfaatkan celah aturan yang ada. Sumsel sebagai daerah bebas dua penyakit mematikan tersebut memang memberlakukan pembatasan ketat terhadap lalu lintas hewan, namun hal ini justru dimanfaatkan oleh oknum pedagang yang mencari celah.
“Larangan di aplikasi Isikhnas membuat pedagang mencari jalur dan izin dari daerah yang diperbolehkan, kemudian memasukkan sapi ke Sumsel melalui rute tersebut,” ungkap Jafrizal, Rabu (13/8/2025).
Evaluasi Kebijakan dan Strategi Pencegahan
Jafrizal menilai kebijakan pelarangan total sebaiknya dievaluasi karena berpotensi menimbulkan kelangkaan pasokan dan kenaikan harga daging sapi. Ia menyarankan pengawasan yang lebih ketat dengan langkah pencegahan terukur sebagai solusi yang lebih efektif.
Sebagai upaya memperketat pengendalian, DKPP Sumsel menerapkan tiga strategi utama untuk menutup celah penularan penyakit hewan dari wilayah wabah:
- Menegakkan kepatuhan pelaku usaha terhadap standar operasional prosedur (SOP) pemasukan sapi, termasuk memastikan vaksinasi sebelum pengiriman.
- Menguatkan peran otoritas veteriner di tingkat kabupaten/kota dengan penambahan pejabat serta dokter hewan yang memiliki kewenangan penuh.
- Meningkatkan kerja sama lintas sektor antara Badan Karantina, laboratorium veteriner, dan balai pengawasan penyakit, untuk melakukan surveilans di daerah asal dan tujuan pengiriman sapi.
Usulan Pembukaan Kembali Akses Pengiriman
Jafrizal juga mengungkapkan bahwa otoritas veteriner Sumsel mengusulkan pembukaan kembali akses pengiriman sapi dari provinsi NTB dan NTT dengan ketentuan analisis risiko yang ketat.
“Pengawasan pengiriman akan melibatkan Balai Karantina dari Lampung, Sumsel, NTB, dan NTT, serta otoritas veteriner di daerah asal dan tujuan,” tegasnya.
Langkah ini diharapkan dapat menyeimbangkan kebutuhan pasokan sapi sekaligus menjaga status Sumsel sebagai wilayah bebas penyakit hewan menular.