Palembang, Hariansriwijaya.com — Tingkat kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) di sektor pertanian Sumatera Selatan tercatat cukup tinggi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sumsel mencatat angka NPL pertanian telah menembus 5 persen, mengindikasikan masih adanya persoalan serius dalam pengelolaan pembiayaan petani.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Kepala OJK Provinsi Sumsel, Arifin Susanto, dalam keterangan persnya pada Rabu (16/7/2025). Menurutnya, tingginya NPL ini sebagian besar disebabkan oleh masih lemahnya pemahaman sebagian petani terhadap mekanisme pinjaman.
“Masih banyak petani yang menganggap dana kredit itu semacam bantuan hibah, bukan pinjaman yang harus dikembalikan. Ini jadi tantangan tersendiri,” ujarnya.
Sebagai solusi, OJK mendorong penguatan kelembagaan petani melalui koperasi dan gabungan kelompok tani (gapoktan). Menurut Arifin, pendekatan kelembagaan ini penting agar pengelolaan dana lebih tertib dan risiko kredit bisa ditekan.
“Kami tengah menginisiasi pembentukan koperasi seperti Koperasi Merah Putih yang akan menjadi wadah bersama bagi para petani. Dengan begitu, proses pembiayaan bisa lebih terorganisasi dan pengawasan lebih mudah dilakukan,” jelasnya.
KUR Masih Didominasi Sektor Pertanian
Meski sektor pertanian menghadapi tantangan dalam hal kredit macet, secara keseluruhan OJK menilai kinerja penyaluran kredit di Sumsel tetap tumbuh positif. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, pada triwulan I/2025, penyaluran kredit di Sumsel meningkat 9,49 persen secara tahunan berdasarkan lokasi bank. Sementara dari sisi lokasi proyek, pertumbuhan mencapai 14,92 persen.
“Dari sisi stabilitas, sektor perbankan Sumsel masih dalam kondisi sehat. NPL total secara keseluruhan berada di level 1,89 persen year-on-year, masih jauh di bawah ambang batas yang mengkhawatirkan,” tambah Arifin.
Sementara itu, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sumsel, Rahmadi Murwanto, menyebutkan bahwa penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di provinsi ini cukup signifikan. Hingga 7 Juli 2025, total realisasi penyaluran KUR telah mencapai Rp4,4 triliun dengan 61.460 debitur.
“Dari total penyaluran KUR tersebut, sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan masih mendominasi, dengan nilai mencapai Rp2,6 triliun atau hampir 60 persen dari total KUR yang disalurkan,” terang Rahmadi.
Harapan pada Transformasi Kelembagaan
Dengan angka kredit bermasalah yang masih tinggi di sektor pertanian, OJK berharap upaya transformasi kelembagaan petani bisa menjadi solusi jangka panjang. Melalui penguatan koperasi dan gapoktan, pembiayaan petani diharapkan bisa lebih terarah, transparan, dan bertanggung jawab.
OJK bersama pemangku kepentingan lainnya berkomitmen untuk terus memberikan edukasi literasi keuangan kepada petani, agar pemahaman terhadap sistem pinjaman dan kewajiban pengembalian dana semakin meningkat.