Palembang, Hariansriwijaya.com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang menjatuhkan vonis satu tahun penjara kepada terdakwa Alex Rachman dalam perkara suap terkait pengurusan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sumatera Selatan.
Majelis hakim yang dipimpin Idi Il Amin SH MH dalam sidang yang berlangsung pada Selasa (8/7/2025) menyatakan bahwa Alex terbukti secara sah dan meyakinkan menerima gratifikasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain pidana penjara selama satu tahun, Alex juga dijatuhi denda sebesar Rp50 juta dengan subsider dua bulan kurungan.
Putusan ini jauh lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Palembang, yang sebelumnya menuntut hukuman empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair tiga bulan penjara. Jaksa menilai perbuatan Alex seharusnya dijerat dengan Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 18 UU Tipikor serta Pasal 56 ke-2 KUHP, yang mengatur pidana atas pemberian atau penerimaan gratifikasi dalam jabatan.
Perbedaan penilaian terhadap pasal yang dikenakan menjadi faktor utama atas perbedaan signifikan antara tuntutan dan putusan akhir.
“Kami masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya. Putusan ini akan kami laporkan terlebih dahulu kepada pimpinan sebelum memutuskan untuk mengajukan banding,” kata JPU Syaran Djafizhan SH MH usai persidangan.
Sementara itu, tim penasihat hukum terdakwa, Supendi SH MH, menyatakan kliennya menerima putusan tersebut dan tidak akan mengajukan upaya hukum lanjutan.
Alex Rachman diketahui merupakan staf pribadi dari Deliar Marzoeki, pejabat yang turut terseret dalam perkara dugaan suap di lingkungan Disnakertrans Sumsel. Adapun proses hukum terhadap Deliar masih berjalan dalam berkas terpisah, dan majelis hakim dijadwalkan akan membacakan putusannya pada Rabu pekan depan.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat dinas strategis yang berkaitan langsung dengan layanan perizinan dan pengawasan ketenagakerjaan. Praktik suap dalam pengurusan K3 dinilai berpotensi merugikan sistem keselamatan kerja serta mencoreng integritas pelayanan publik di sektor ketenagakerjaan.