Palembang, Hariansriwijaya.com — Wacana pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Sumatera Selatan terus bergulir di tengah masyarakat. Namun, hingga saat ini realisasi pemekaran wilayah belum bisa dilanjutkan akibat moratorium dari pemerintah pusat yang masih berlaku.
Dari total 186 usulan DOB yang telah masuk secara nasional, sembilan di antaranya berasal dari Sumatera Selatan. Sayangnya, seluruhnya belum bisa diproses karena terkendala kebijakan penghentian sementara pemekaran wilayah yang belum dicabut oleh pemerintah pusat.
“Kami tentu sangat mendukung pemekaran daerah, terutama jika moratorium dibuka kembali. Kalau sudah ada lampu hijau dari pusat, Sumsel siap mendorong percepatan pembentukan DOB,” ujar Wakil Ketua DPRD Sumsel, Nopianto, Jumat (11/7/2025).
Kendati demikian, politisi Partai NasDem tersebut mengakui bahwa hingga saat ini belum ada pembahasan formal di DPRD Sumsel mengenai rincian usulan pemekaran wilayah tersebut.
“Nanti kalau sudah waktunya dan ada kepastian, pasti akan disampaikan kepada DPRD untuk ditindaklanjuti,” katanya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Bagian Otonomi Daerah (Otda) Setda Provinsi Sumsel, Yunan Helmi, melalui Kasubbag Penataan Daerah dan Kerja Sama, Anton, menjelaskan bahwa hingga kini belum ada informasi resmi terkait pencabutan moratorium.
“Tiga wilayah di Sumsel sudah mengajukan berkas lengkap sebagai calon DOB, yakni Kikim Area, Gelumbang, dan Pantai Timur. Namun seluruhnya masih tertahan di meja pusat karena moratorium belum dicabut,” jelas Anton saat ditemui di Kantor Gubernur Sumsel.
Ia menambahkan, dua daerah lainnya, yakni Banyuasin Timur dan Musi Banyuasin Timur, baru dalam tahap konsultasi atau sekadar menanyakan prosedur pengajuan.
Sedangkan empat wilayah lainnya — yakni usulan pembentukan Provinsi Sumatera Selatan Barat, Kota Baturaja, Kabupaten Banyuasin Tengah, dan Kabupaten Musi Ilir — hingga kini belum ada dokumen resmi yang masuk ke pemerintah provinsi.
Menurut Anton, proses pemekaran daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam aturan tersebut, terdapat tiga syarat utama yang harus dipenuhi, yakni aspek kewilayahan, administratif, dan kapasitas daerah.
Namun ia juga menyoroti belum adanya aturan turunan yang secara teknis menjelaskan indikator pemekaran secara rinci, seperti batas minimal jumlah penduduk, luas wilayah, atau usia wilayah.
“Regulasi teknis belum tersedia. Misalnya soal usia minimal calon DOB atau standar luas wilayah, itu belum ada acuan bakunya. Ini menjadi salah satu hambatan di lapangan,” kata Anton.
Ia menambahkan, proses pembentukan DOB merupakan tahapan panjang yang harus dimulai dari tingkat desa dan kecamatan, kemudian berlanjut ke pemerintah kabupaten/kota dan provinsi, sebelum akhirnya diputuskan di tingkat DPR RI.
“Jadi, meskipun dari daerah sudah siap, keputusan akhir tetap berada di tangan pusat. Selama moratorium belum dicabut, seluruh usulan masih bersifat menunggu,” tandasnya.