Palembang, Hariansriwijaya.com — Kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang melarang operasional truk batu bara di jalan umum kembali menuai sorotan. Meski telah diterbitkan Instruksi Gubernur Sumsel Nomor 500.11-004-Instruksi/Dishub/2025, realitas di lapangan menunjukkan kebijakan itu tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Pantauan Hariansriwijaya.com di sejumlah wilayah, termasuk di kawasan Merapi Area, Kabupaten Lahat, menunjukkan bahwa truk pengangkut batu bara masih aktif melintas, terutama saat malam hari. Aktivitas pengangkutan ini tampak menuju jalur hauling milik PT Servo Lintas Raya.
Penutupan Jembatan Muara Lawai memang sedikit mengurangi intensitas lalu lintas dari arah Muara Enim ke jalur hauling, namun sejumlah truk dari OKU dan Muara Enim tetap ditemukan melintasi jalan umum menuju arah Lampung.
Situasi ini diperparah dengan terjadinya kecelakaan tragis pada Rabu malam (16/7/2025) di ruas Jalan Lintas Tengah Sumatera, Desa Banjar Sari, Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten OKU. Sebuah truk batu bara terguling, menewaskan pengemudi bernama Ali Usman (43) yang terjepit di dalam kabin.
Sejumlah kelompok masyarakat sipil dan aktivis menilai bahwa larangan tersebut tidak lebih dari sebuah langkah pencitraan politik. Ketua Gerakan Pemuda Mahasiswa Sumatera Selatan (GAASS), Andi Leo, menyebut bahwa tindakan pemerintah hanya sebatas seremonial.
“Larangan sudah dikeluarkan, rapat-rapat digelar dan dipublikasikan, tapi truk batu bara tetap melenggang. Ini bukan penegakan aturan, ini hanya sandiwara birokrasi,” kritik Andi dalam unggahan videonya di TikTok @gaass_____.
Andi menduga, kebijakan tersebut hanyalah strategi politik untuk membangun citra positif di mata publik menjelang tahun politik, tanpa adanya tindakan nyata di lapangan.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Suara Informasi Rakyat Sriwijaya (SIRA), Rahmat Sandi, turut menyampaikan kekecewaannya terhadap lemahnya pengawasan pemerintah.
“Truk batu bara masih hilir mudik. Ini bukan kebijakan tegas, ini hanya janji kosong. Masyarakat sudah muak dengan aturan yang tak ditegakkan,” tegas Rahmat kepada Hariansriwijaya.com, Selasa (23/7/2025).
Ia juga menyoroti potensi pengaruh oligarki tambang terhadap pengambil kebijakan di tingkat provinsi. “Jika pemimpin daerah tidak berani bertindak, publik bisa saja menduga ada kekuatan ekonomi besar yang bermain di balik layar,” ujarnya tajam.
Desakan terhadap Pemerintah Provinsi Sumsel untuk bertindak lebih konkret terus bergema. Warga dan aktivis meminta agar penegakan aturan tidak berhenti di atas kertas, melainkan diwujudkan melalui monitoring aktif, razia terpadu, dan pemberian sanksi tegas terhadap pelanggar.
“Keselamatan warga jauh lebih penting dibanding kepentingan bisnis segelintir elit tambang,” tegas Rahmat.
Menanggapi kritik tersebut, Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, Yansuri, mengingatkan bahwa Gubernur Sumsel memiliki wewenang penuh untuk melibatkan aparat penegak hukum dan instansi teknis dalam menegakkan aturan.
“Gubernur bisa memerintahkan Satpol PP, Dinas Perhubungan, bahkan berkoordinasi langsung dengan kepolisian untuk melakukan razia di lapangan,” ujarnya kepada Hariansriwijaya.com.
Sementara itu, anggota Komisi IV lainnya, Romiana Hidayati, meminta agar kendaraan Over Dimension and Over Loading (ODOL), termasuk truk batu bara bermuatan berlebih, tidak lagi dibiarkan merusak infrastruktur jalan rakyat.
“Jangan biarkan jalan milik publik hancur karena pembiaran. Aturan sudah jelas, tinggal dijalankan dengan ketegasan,” tutupnya.