Palembang, Hariansriwijaya.com – Provinsi Sumatera Selatan mencatat laju inflasi sebesar 0,08 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) pada Juni 2025. Kenaikan ini membalikkan tren deflasi sebesar 0,35 persen yang terjadi pada bulan sebelumnya.
Secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi di Sumsel mencapai 2,44 persen. Meski terjadi kenaikan, angka tersebut masih berada dalam kisaran target inflasi nasional sebesar 2,5 persen ± 1 persen. Kenaikan inflasi Sumsel ini juga sejalan dengan tren nasional yang mencatat inflasi 1,87 persen.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumsel, Bambang Pramono, menyampaikan bahwa inflasi pada bulan Juni dipicu oleh lonjakan harga sejumlah komoditas kebutuhan pokok, di antaranya beras, daging ayam ras, telur ayam ras, cabai rawit, dan emas perhiasan.
Emas Perhiasan Jadi Penyumbang Terbesar
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Selatan menunjukkan bahwa emas perhiasan menjadi penyumbang terbesar inflasi baik secara bulanan maupun tahunan, masing-masing berkontribusi sebesar 0,08 persen dan 1,11 persen.
Lonjakan harga emas ini dipengaruhi oleh dinamika pasar global, termasuk ketegangan geopolitik dan pelemahan nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap sejumlah mata uang utama.
Adapun kenaikan harga beras berkaitan dengan periode awal musim tanam, yang berdampak pada berkurangnya pasokan di pasar. Sementara untuk daging ayam dan telur, tingginya permintaan masyarakat selama masa kegiatan sosial turut memicu peningkatan harga, diperparah dengan naiknya biaya pakan ternak.
Cabai rawit juga memberikan tekanan terhadap inflasi, terutama akibat gangguan distribusi yang disebabkan oleh cuaca ekstrem, serta tingginya permintaan menjelang musim libur dan acara masyarakat.
Inflasi Tertinggi di Muara Enim, Terendah di Lubuk Linggau
Secara spasial, Kabupaten Muara Enim mencatat inflasi tertinggi di Sumatera Selatan, yakni sebesar 3,31 persen. Di wilayah ini, beras, telur ayam ras, dan cabai merah menjadi komoditas penyumbang utama kenaikan harga.
Sementara itu, Kota Lubuk Linggau mengalami inflasi terendah, yakni 2,07 persen. Meski lebih terkendali, tekanan inflasi di kota ini masih disebabkan oleh kenaikan harga beras dan daging ayam ras.
Palembang, OKI, dan beberapa daerah lain juga terdampak oleh kenaikan harga cabai rawit yang terjadi secara luas di seluruh kabupaten dan kota.
Langkah Strategis TPID dan BI Cegah Inflasi Lebih Tinggi
Dalam upaya mengendalikan inflasi, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) bersama Bank Indonesia terus menggiatkan strategi 4K, yaitu: ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif.
Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah pelaksanaan operasi pasar murah di berbagai wilayah strategis. Di samping itu, kerja sama antar daerah (KAD) juga dijajaki, seperti dengan Kabupaten Subang, Karawang, dan Provinsi Sumatera Barat, guna memperkuat pasokan komoditas strategis.
Program unggulan lainnya, Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP), turut dioptimalkan. Hingga saat ini, GSMP melibatkan 1.020 rumah tangga dan 17 Kelompok Wanita Tani dalam budidaya komoditas hortikultura seperti cabai rawit dan bawang merah.
Distribusi logistik pun turut didukung oleh subsidi biaya angkut dari berbagai pihak, termasuk BUMN, BUMD, dan sektor swasta, untuk memastikan kelancaran pasokan dari sentra produksi ke pasar konsumen.