JAKARTA, Hariansriwijaya.com – Kebijakan pemerintah terkait pemotongan gaji pegawai untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Ada pro dan kontra yang mengiringi kebijakan ini. Sebagian berpendapat bahwa program ini akan memberikan bantuan kepada masyarakat untuk memiliki rumah, sementara yang lain menyatakan bahwa pemotongan gaji untuk Tapera hanya akan menambah beban bagi masyarakat kelas menengah.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menegaskan bahwa Tapera bukanlah uang yang hilang, melainkan digunakan untuk membiayai anggota untuk membeli rumah. “Jadi bukan uang hilang, ada jaminan hari tua, ada ini, ada itu, tapi itu bukan uang hilang,” kata Basuki di Jakarta, Selasa (28/5/2024).
Menurutnya, program ini memberikan kesempatan kepada masyarakat yang terdaftar untuk memanfaatkannya sebagai bantuan ekonomi untuk memiliki rumah. Program Tapera sudah ada sejak lima tahun yang lalu, namun dalam pelaksanaannya, awalnya difokuskan untuk membangun kredibilitas terlebih dahulu.
“Jadi tidak langsung kena pada tahun pertama dulu. Ini sudah lima tahun, sudah pergantian pengurusan, ini dimulai dengan disetujuinya oleh bapak Presiden,” tambahnya.
Regulasi mengenai Tapera ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada Senin (20/5) dan tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 21/2024 yang merupakan perubahan dari PP 25/2020. Klasifikasi kelompok yang wajib mengikuti program ini meliputi ASN, TNI, POLRI, pekerja BUMN/BUMD, serta pekerja swasta.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa pemberi kerja wajib membayar simpanan peserta dan memungut simpanan peserta dari pekerja. Besaran iuran ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.
Anggota Komisi V DPR Sigit Sosiantomo mengatakan bahwa Tapera dapat membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah murah. Sigit menyampaikan bahwa Tapera bertujuan untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan.
Namun, ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyatakan bahwa ada beberapa poin yang menjadi persoalan dalam kebijakan tersebut. Salah satunya adalah efektivitas UU Tapera dalam menyelesaikan persoalan backlog rumah di Indonesia. Huda menyoroti poin kedua, yaitu tujuan kewajiban yang masih tidak begitu jelas antara untuk investasi atau arisan kepemilikan rumah.
Majelis Pekerja Indonesia (MPBI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga menolak kebijakan pemerintah terkait Tapera. Koordinator MPBI DIY Irsad Ade Irawan mengatakan bahwa penambahan iuran atau potongan gaji untuk program Tapera akan memberatkan pekerja/buruh.
Perdebatan mengenai Tapera masih berlanjut di masyarakat, sementara pemerintah harus memastikan bahwa implementasi program ini berjalan sesuai dengan harapan dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Dapatkan update Breaking news dan Berita pilihan kami langsung di ponselmu! Akses berita Berita Sumsel dan Nasional dari Hariansriwijaya.com dengan mudah melalui WhatsApp Channel kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaeFknTFy72E92mt3P35. Pastikan aplikasi WhatsApp-mu sudah terpasang ya!