Jakarta, Hariansriwijaya.com – Sendratari “The Missing Sinta” yang dipersembahkan oleh Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta berhasil menjadi ajang perkenalan budaya Indonesia di kancah internasional, khususnya di Singapura. Pertunjukan yang diadakan pada Jumat (8/11) di Republic Polytechnic, Singapura, tersebut juga menjadi bagian dari upaya memperkuat hubungan diplomatik dan budaya antara Indonesia dan Singapura.
Acara yang dihadiri oleh ratusan penonton dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, dosen, serta masyarakat umum Singapura, ini mendapat sambutan positif. Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Singapura, Satrya Wibawa, mengatakan bahwa penampilan “The Missing Sinta” sukses menunjukkan bahwa seni tradisional Indonesia memiliki daya tarik yang universal dan mampu menjangkau berbagai lapisan masyarakat lintas negara.
“Dengan tampilnya ISI Surakarta di Republic Polytechnic, kami berharap ini menjadi bukti bahwa seni tradisional Indonesia, seperti yang ditampilkan dalam ‘The Missing Sinta’, dapat dinikmati oleh berbagai kalangan di luar negeri. Kami juga berharap inisiatif semacam ini terus dikembangkan untuk lebih memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia internasional,” ujar Satrya dalam siaran pers yang diterima Hariansriwijaya.com, Ahad (10/11).
Sendratari “The Missing Sinta” mengangkat kisah dari epos Ramayana yang penuh dengan nilai-nilai moral, cinta, dan pengorbanan. Cerita ini berfokus pada pencarian Dewi Sinta oleh Rama, yang dibantu oleh Hanuman dan pasukan kera, menghadapi berbagai tantangan dan rintangan dalam perjalanan mereka. Koreografi yang memukau serta iringan musik tradisional Jawa memperkaya penyampaian emosi dan ketegangan dalam setiap babak, menjadikan pertunjukan ini sangat menarik bagi para penonton.
Pertunjukan yang juga menjadi bagian dari rangkaian muhibah pendidikan ISI Surakarta di Singapura ini melibatkan sekitar 12 penari dan musisi dari ISI Surakarta. Selain pertunjukan sendratari, para pengajar dan mahasiswa ISI Surakarta juga menyelenggarakan lokakarya mengenai gamelan, tari, serta pedalangan Jawa, yang bertujuan untuk memperkenalkan lebih jauh kekayaan seni dan budaya Indonesia kepada masyarakat Singapura.
Dekan Fakultas Seni ISI Surakarta, Tatik Harpawati, berharap bahwa penampilan sendratari tersebut dapat menjadi jembatan budaya yang semakin mempererat hubungan antara Indonesia dan Singapura. Ia juga menegaskan bahwa seni tari seperti “The Missing Sinta” bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga merupakan cerminan identitas bangsa yang perlu dilestarikan dan dikenal secara luas.
“Sendratari ini tidak hanya sekadar tontonan, tetapi juga menjadi media untuk menyampaikan nilai-nilai budaya dan identitas bangsa Indonesia. Kami berharap bahwa kegiatan ini dapat menginspirasi masyarakat untuk lebih mengenal dan menghargai kekayaan budaya Indonesia,” kata Tatik.
Penampilan sendratari ini mendapat sambutan yang hangat dari penonton di Republic Polytechnic, yang dikenal sebagai salah satu institusi pendidikan di Singapura yang memiliki fasilitas gamelan Jawa serta aktivitas mahasiswa di bidang seni dan budaya Jawa. Kehadiran ISI Surakarta di Singapura semakin menegaskan pentingnya kolaborasi antara lembaga seni Indonesia dan negara lain dalam mendukung diplomasi budaya.
Dalam upaya untuk mendukung seniman Indonesia berkiprah di dunia internasional, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui program Indonesiana juga menyediakan berbagai fasilitas pendanaan yang dapat membantu seniman untuk mempromosikan budaya Indonesia di kancah global.
Dapatkan update Breaking news dan Berita pilihan kami langsung di ponselmu! Akses berita Berita Sumsel dan Nasional dari Hariansriwijaya.com dengan mudah melalui WhatsApp Channel kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaeFknTFy72E92mt3P35. Pastikan aplikasi WhatsApp-mu sudah terpasang ya!