OKU, Hariansriwijaya.com – Jagat media sosial dihebohkan dengan beredarnya sebuah video yang menampilkan seorang anak laki-laki berlumuran cat silver menangis tersedu di pinggir jalan. Peristiwa memilukan tersebut diketahui terjadi di wilayah Kotabaru, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan.*
Video berdurasi 1 menit 21 detik itu viral setelah diunggah oleh salah satu akun Instagram komunitas lokal. Dalam tayangan tersebut, bocah yang diduga berusia sekitar 10 tahun itu tampak mengenakan kostum manusia silver—penampilan yang biasa digunakan untuk mengemis atau menghibur pengguna jalan dengan harapan mendapatkan uang recehan.
Namun, alih-alih mendapat sambutan hangat, bocah tersebut justru tertangkap kamera tengah menangis histeris di pinggir jalan, diduga setelah dimarahi oleh ibunya karena penghasilannya hari itu dianggap tidak memuaskan.
“Kenapa nangis? Kenapa, nak?” tanya seorang warga dalam video, yang kemudian dijawab dengan isak tangis sang bocah. Sementara itu, sosok wanita yang diyakini sebagai ibunya tampak berada tidak jauh dari lokasi, dengan nada suara tinggi dan ekspresi marah.
Fenomena ini langsung menyita perhatian publik. Warganet membanjiri kolom komentar dengan rasa prihatin dan kecaman, menyoroti eksploitasi anak di ruang publik demi kepentingan ekonomi keluarga.
Pemerintah Kabupaten OKU Timur pun tidak tinggal diam. Kepala Dinas Sosial OKU Timur, melalui pernyataan resminya, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kejadian tersebut. “Kami sangat menyesalkan adanya dugaan eksploitasi anak seperti ini. Anak-anak seharusnya berada di bangku sekolah, bukan di jalanan untuk mencari nafkah,” ujarnya.
Pihak Dinas Sosial bersama aparat setempat langsung turun ke lapangan untuk menelusuri identitas bocah tersebut dan keluarganya. “Kami sedang melakukan pendataan dan pendekatan terhadap keluarga yang bersangkutan. Jika terbukti ada pelanggaran terhadap hak anak, maka kami akan mengambil langkah-langkah sesuai hukum yang berlaku,” tambahnya.
Menurut sejumlah warga sekitar, praktik manusia silver memang semakin marak di sejumlah ruas jalan di OKU Timur, khususnya di sekitar pasar dan pertigaan lampu merah. Mereka menilai bahwa anak-anak semakin sering dilibatkan, yang tentu menjadi perhatian serius dari segi perlindungan anak.
“Anak-anak jadi manusia silver ini bukan sekali dua kali kami lihat. Tapi baru kali ini ada yang sampai menangis seperti itu. Miris sekali,” ujar Arifin, salah seorang warga Kotabaru.
Psikolog anak, dr. Lestari Dewi, menyoroti dampak psikologis dari eksploitasi semacam ini. “Anak-anak yang dipaksa bekerja di usia dini, apalagi dalam kondisi yang mempermalukan seperti menjadi manusia silver di pinggir jalan, bisa mengalami trauma jangka panjang. Rasa percaya diri mereka akan terkikis, dan ini bisa berdampak pada masa depan mereka,” jelasnya.
Kasus ini juga menjadi cermin bahwa permasalahan ekonomi dan kesenjangan sosial masih menjadi faktor utama yang mendorong keluarga untuk melibatkan anak dalam aktivitas mencari nafkah. Namun, para ahli menekankan bahwa kemiskinan bukan alasan yang membenarkan eksploitasi anak.
Pemerintah daerah berjanji akan memperkuat pengawasan terhadap praktik serupa dan memperluas program bantuan sosial bagi keluarga prasejahtera. “Kami tidak akan tinggal diam. Anak-anak adalah aset masa depan. Tugas kita bersama untuk memastikan mereka tumbuh di lingkungan yang aman, sehat, dan mendukung,” tegas Bupati OKU Timur dalam keterangan terpisah.