Padang, Hariansriwijaya.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau, yang terletak di Padang Pariaman, Sumatera Barat, menyatakan perlunya alat Light Detection and Ranging (Lidar) untuk meningkatkan keakuratan pemantauan sebaran abu vulkanik di sekitar Bandara Internasional Minangkabau (BIM).
Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau, Desindra Deddy Kurniawan, menjelaskan bahwa alat Lidar sangat diperlukan untuk menangkap partikel-partikel debu atau aerosol yang tersebar di udara. Namun, saat ini pihaknya belum memiliki alat tersebut.
“Lidar adalah alat yang bisa memberikan data lebih tepat mengenai sebaran abu vulkanik, namun kami belum memilikinya. Alat ini berfungsi untuk mendeteksi partikel-partikel debu yang sangat penting, terutama di sekitar kawasan bandara,” ujar Deddy, di Padang, Sabtu (9/11).
Kebutuhan akan Lidar semakin mendesak, mengingat aktivitas Gunung Marapi yang sejak 3 Desember 2023 telah meningkatkan statusnya dari waspada menjadi siaga. Letusan gunung berapi tersebut menyebabkan sering terjadinya penyebaran abu vulkanik yang mengganggu aktivitas penerbangan.
Berdasarkan catatan BMKG, sedikitnya lima kali Bandara Internasional Minangkabau (BIM) terpaksa ditutup karena terpapar abu vulkanik. Untuk memantau sebaran abu tersebut, BMKG bersama dengan Otoritas Bandar Udara, Angkasa Pura II Cabang BIM, dan pihak terkait lainnya sejauh ini mengandalkan citra satelit Himawari 9 serta metode pengujian paper test.
Namun, penggunaan citra satelit Himawari 9 dengan metode Red Green Blue (RGB) terbukti tidak selalu efektif, terutama saat tutupan awan menutupi kawasan bandara. Oleh karena itu, alat Lidar dinilai lebih akurat dalam memberikan data sebaran abu vulkanik di area yang sulit dijangkau oleh satelit.
Deddy menambahkan bahwa abu vulkanik yang masuk ke kawasan bandara dapat menimbulkan berbagai risiko serius. Selain dapat menyumbat sistem pemantau kecepatan udara, abu vulkanik juga dapat mengganggu navigasi serta sistem elektronik lainnya pada pesawat. Sebaran abu yang mengendap di landasan pacu juga bisa menyebabkan permukaan landasan menjadi licin, membahayakan keselamatan penerbangan, terutama saat lepas landas dan mendarat.
Tak hanya itu, abu vulkanik yang masuk ke mesin pesawat, khususnya pada bagian turbine compressor, dapat merusak fungsi mesin dan mengurangi efisiensi operasional pesawat. Oleh karena itu, pemantauan yang lebih akurat sangat penting untuk menjaga keselamatan penerbangan dan operasional bandara.
BMKG berharap, dengan adanya alat Lidar, pemantauan terhadap dampak abu vulkanik bisa dilakukan dengan lebih cepat dan akurat, mengurangi potensi gangguan terhadap transportasi udara, serta mendukung keselamatan penumpang.