Jakarta, Hariansriwijaya.com – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyerukan agar pemerintah segera menghentikan tindak kekerasan dan kriminalisasi terhadap masyarakat yang terdampak oleh pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Desakan ini muncul karena kekhawatiran atas hak-hak masyarakat adat yang belum dipenuhi, serta meningkatnya konflik yang terjadi di kawasan tersebut.
Melky Nahar, Koordinator Jatam Nasional, mengungkapkan bahwa sejak awal pembangunan IKN, masyarakat sering menghadapi tindakan represif dari pihak berwenang. Melky menjelaskan bahwa konflik ini disebabkan oleh ketidakpatuhan pemerintah dalam memenuhi hak-hak dasar masyarakat, seperti ganti rugi lahan dan pengakuan legal terhadap keberadaan masyarakat adat di wilayah IKN.
“Tindakan keras pemerintah yang mencoba mengusir warga secara paksa sama saja dengan melakukan kejahatan secara terang-terangan,” ujar Melky kepada KBR, Kamis (6/6). Ia menambahkan, “Peristiwa pencaplokan lahan, intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap warga yang mempertahankan tanahnya di kawasan IKN seharusnya tidak terjadi. Klaim pemerintah yang mengatakan tidak ada penggusuran adalah omong kosong.”
Melky juga menyoroti kurangnya perlindungan dari pemerintah terhadap masyarakat adat yang tinggal di kawasan IKN. Ia menilai klaim pemerintah yang menyebut bahwa megaproyek IKN melibatkan masyarakat setempat tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Menurutnya, proyek tersebut lebih banyak didominasi oleh kepentingan politik dan tidak memperhatikan kebutuhan nyata masyarakat.
“Kami berharap pemerintah dapat mengevaluasi dan lebih mengedepankan sisi kemanusiaan dalam proyek IKN ini. Sangat penting untuk memastikan tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban dari proyek besar negara ini,” harap Melky.
Pemerintah Bantah Tuduhan Perampasan Tanah
Di sisi lain, pemerintah membantah adanya perampasan tanah dalam proses pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan agar pembebasan lahan dilakukan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.
“Enggak ada istilah perampasan tanah. Arahan Pak Presiden jelas, utamakan kepentingan masyarakat,” kata Basuki di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Basuki Hadimuljono juga mengaku tidak mengetahui secara pasti apakah masyarakat adat telah dilibatkan dalam proses pembangunan IKN. Hal ini disebabkan dirinya baru saja menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Otorita IKN.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Pratikno, turut menanggapi isu ini dengan menyebut istilah “perampasan tanah” sebagai sesuatu yang berlebihan dan menakutkan.
“Itu istilah yang mengerikan. Sudahlah,” ujarnya singkat.
Pernyataan dari JATAM dan bantahan dari pihak pemerintah mencerminkan adanya perbedaan pandangan yang signifikan terkait pelaksanaan proyek IKN. Ketidakcocokan ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana hak-hak masyarakat adat dan masyarakat umum diperhatikan dalam proyek yang digadang-gadang sebagai masa depan Indonesia tersebut.
Konflik dan perdebatan ini menegaskan perlunya dialog yang lebih terbuka dan inklusif antara pemerintah, masyarakat adat, dan kelompok advokasi seperti JATAM. Hanya dengan pendekatan yang lebih humanis dan transparan, proyek IKN bisa berjalan lancar tanpa mengorbankan hak-hak warga yang terdampak.
Dapatkan update Breaking news dan Berita pilihan kami langsung di ponselmu! Akses berita Berita Sumsel dan Nasional dari Hariansriwijaya.com dengan mudah melalui WhatsApp Channel kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaeFknTFy72E92mt3P35. Pastikan aplikasi WhatsApp-mu sudah terpasang ya!