Hariansriwijaya.com – Netizen di media sosial seperti X (sebelumnya Twitter) dan Instagram kompak mengunggah gambar bertuliskan ‘Peringatan Darurat’ dengan latar Garuda biru. Gambar ini kini menjadi simbol gerakan massa sebagai respons atas putusan Mahkamah Konstitusi yang diduga dijegal oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Badan Legislasi-nya.
Dipantau oleh JawaPos.com pada Rabu (21/8) sore, sejumlah publik figur mulai dari Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, komika Pandji Pragiwaksono, politisi sekaligus selebritis Wanda Hamidah, dan jurnalis terkenal Najwa Shihab turut mengunggah gambar tersebut. Gerakan ini dinilai sebagai bentuk penolakan terhadap ancaman terhadap demokrasi Indonesia.
Belum diketahui secara pasti siapa penggerak utama dari aksi massa di media sosial ini. Namun, gerakan ini merupakan respons lanjutan dari tagar #KawalPutusanMK yang sebelumnya juga ramai di X. Kata kunci seperti #PeringatanDarurat dan #DemokrasiTerancam pun mulai mendominasi pembicaraan di platform tersebut.
Langkah DPR yang menggelar rapat pembahasan RUU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (RUU Pilkada) hari ini menuai banyak protes dari berbagai pihak. Mahkamah Konstitusi atau MK sebelumnya telah memutuskan soal Threshold Pilkada. Namun, rapat lanjutan oleh Baleg DPR dan KPU dianggap sebagai upaya menjegal putusan MK, yang berkaitan dengan ambang batas pencalonan dan batas usia calon gubernur.
Gerakan memasang gambar “Peringatan Darurat” ini menjadi bukti nyata bahwa masyarakat kecewa dengan kondisi demokrasi dan sistem hukum Indonesia yang saat ini dianggap semakin rapuh. Di media sosial X, topik terkait “Peringatan Darurat” bahkan menjadi trending nomor satu pada Rabu (21/8) sore, direspons oleh hampir 40 ribu pengguna. Kata kunci lainnya seperti #KrisisDemokrasi dan #HukumTerkoyak juga muncul dalam diskusi.
Menurut berbagai sumber, gambar “Peringatan Darurat” ini memiliki sejarah panjang di Indonesia. Pada masa ketika TVRI menjadi satu-satunya stasiun televisi di Indonesia, gambar ini digunakan oleh pemerintah sebagai peringatan kepada masyarakat atas bahaya yang mengancam, seperti potensi kerusuhan atau bencana.
Kondisi saat ini dianggap oleh banyak pihak sebagai situasi yang serupa. Dengan putusan MK yang dianulir oleh Baleg DPR, banyak yang melihat ini sebagai upaya melanggengkan politik dinasti, yang pada akhirnya mengancam fondasi demokrasi Indonesia. Gambar “Peringatan Darurat” tersebut kembali muncul sebagai simbol peringatan bahwa demokrasi Indonesia sedang dalam bahaya.