Jakarta, Hariansriwijaya.com – Gelombang demonstrasi terjadi di berbagai wilayah Indonesia setelah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) memutuskan untuk menentang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berkaitan dengan aturan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Langkah DPR ini dinilai sebagai bentuk perlawanan terhadap lembaga yudikatif, dan memicu reaksi keras dari berbagai kalangan masyarakat.
Protes yang meluas tersebut tidak hanya mengundang perhatian publik, tetapi juga memberikan dampak signifikan terhadap kondisi pasar keuangan. Budi Frensidy, seorang analis pasar modal terkemuka, menyatakan bahwa situasi politik yang semakin memanas ini berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap pasar saham dan nilai tukar rupiah.
“Dalam kondisi seperti ini, tanpa adanya intervensi pasar, kita akan melihat tekanan yang lebih besar terhadap indeks harga saham dan nilai rupiah,” ujar Budi saat dihubungi oleh Tempo pada Kamis, 22 Agustus 2024. Ia menambahkan bahwa ketidakpastian politik yang disebabkan oleh konflik antara DPR dan MK dapat merusak kepercayaan investor, baik domestik maupun asing, yang pada gilirannya akan memperlemah stabilitas ekonomi.
Situasi ini menjadi semakin kompleks karena sentimen negatif di pasar cenderung menular, terutama di tengah ketidakpastian politik yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Pelaku pasar khawatir bahwa tindakan DPR yang dianggap menantang keputusan MK dapat memicu krisis konstitusional, yang kemudian dapat mengarah pada ketidakstabilan politik dan ekonomi yang lebih luas.
Selain itu, demonstrasi yang berlangsung di berbagai kota besar turut meningkatkan kekhawatiran akan potensi kerusuhan sosial yang bisa berdampak lebih jauh pada iklim investasi. Sebagian besar investor cenderung menghindari risiko dengan menarik dana mereka dari pasar keuangan Indonesia, yang akhirnya memicu pelemahan rupiah.
Bank Indonesia dan otoritas terkait kini dihadapkan pada tantangan besar untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan pasar keuangan di tengah kondisi yang semakin tidak menentu. Intervensi pasar mungkin diperlukan untuk mencegah depresiasi rupiah yang lebih dalam, namun upaya ini membutuhkan koordinasi yang kuat antar lembaga untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil efektif dalam menenangkan pasar.
Budi Frensidy juga menyoroti pentingnya komunikasi yang transparan dan efektif dari pemerintah dan Bank Indonesia kepada pelaku pasar. Menurutnya, langkah-langkah kebijakan yang jelas dan terarah sangat dibutuhkan untuk mengembalikan kepercayaan pasar. “Kepercayaan investor adalah kunci dalam situasi seperti ini. Jika pemerintah mampu memberikan kepastian dan menunjukkan komitmen terhadap stabilitas ekonomi, kita masih memiliki peluang untuk menahan tekanan ini,” jelasnya.
Sementara itu, masyarakat dan berbagai elemen sipil yang turun ke jalan mendesak agar DPR mengubah keputusannya dan menghormati putusan MK sebagai upaya untuk menjaga keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Mereka berpendapat bahwa langkah DPR yang menentang putusan MK tidak hanya mencederai hukum, tetapi juga mengancam integritas sistem demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah.
Dalam perkembangan terakhir, pemerintah menyatakan akan terus memantau situasi dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas politik dan ekonomi. Meski begitu, ketidakpastian masih membayangi, dan pelaku pasar tetap waspada terhadap setiap perkembangan baru yang dapat mempengaruhi arah kebijakan dan kondisi pasar di masa mendatang.