Hariansriwijaya.com – Tiga dari empat pelaku pembunuhan AA (13), seorang siswi SMP yang ditemukan tewas di TPU Talang Kerikil (Kuburan Cina) Palembang, kini menjalani rehabilitasi di Panti Sosial Rehabilitasi Anak Berhadapan dengan Hukum (PSRABH) di Indralaya, Ogan Ilir. Meskipun tidak dapat dipenjara karena status mereka sebagai anak di bawah umur, pihak kepolisian memastikan bahwa proses hukum terhadap ketiga pelaku tetap berjalan sesuai aturan yang berlaku.
Ketiga pelaku yang berinisial MZ (13), NS (12), dan AS (12) dinyatakan bertanggung jawab atas tindakan keji yang mengakibatkan tewasnya AA. Namun, karena usia mereka yang masih tergolong anak-anak, mereka tidak dapat dikenakan sanksi penjara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.
Rehabilitasi dan Proses Hukum Berjalan Berdampingan
Menurut pihak Balai Pemasyarakatan (Bapas) Sumatera Selatan, meski pelaku tidak ditahan, mereka tetap harus menjalani proses rehabilitasi sebagai bagian dari pertanggungjawaban atas perbuatan mereka. Kepala UPTD PSRABH, Dian Arif, menegaskan bahwa langkah rehabilitasi ini bertujuan untuk memberikan pembinaan dan bimbingan psikologis bagi para pelaku, agar kelak dapat memahami kesalahan mereka dan tidak mengulangi perbuatan serupa di masa depan.
“Ketiga anak tersebut saat ini sedang menjalani rehabilitasi di PSRABH Indralaya. Meskipun mereka tidak ditahan, namun proses hukum tetap berjalan. Rehabilitasi adalah bagian dari upaya untuk mengembalikan mereka ke jalur yang benar dan memastikan bahwa mereka mendapatkan penanganan yang tepat sesuai dengan usia mereka,” ujar Dian Arif ketika dihubungi pada Jumat (6/9/2024).
Kebijakan Hukum Terhadap Anak di Bawah Umur
Polda Sumatera Selatan menegaskan bahwa keputusan untuk tidak memenjarakan ketiga pelaku bukan berarti mereka bebas dari tanggung jawab hukum. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak-anak yang berhadapan dengan hukum harus diperlakukan secara berbeda dari orang dewasa, termasuk dalam hal penahanan. Anak-anak yang masih di bawah umur lebih diutamakan menjalani rehabilitasi ketimbang hukuman fisik, dengan harapan mereka dapat direhabilitasi dan dipulihkan baik dari sisi mental maupun perilaku.
Kapolrestabes Palembang, Kombes Pol Harryo Sugihartono, menjelaskan bahwa keputusan ini sesuai dengan kesepakatan antara pihak keluarga pelaku, korban, dan aparat penegak hukum. “Ketiga pelaku yang masih berstatus anak-anak akan menjalani rehabilitasi sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatan mereka. Ini bukan berarti mereka lolos dari proses hukum, melainkan bagian dari pendekatan yang lebih bijak dalam penanganan anak di bawah umur yang berhadapan dengan hukum,” jelas Harryo.
Selain itu, Harryo menambahkan bahwa anak-anak tersebut akan tetap berada di bawah pengawasan ketat selama menjalani rehabilitasi. “Mereka akan terus dipantau oleh pihak panti, kepolisian, serta keluarganya. Ini bertujuan agar mereka mendapatkan pembinaan yang baik dan diharapkan dapat kembali ke masyarakat dengan perilaku yang lebih baik,” tambahnya.
Tindak Lanjut Kasus untuk Pelaku Dewasa
Sementara ketiga pelaku yang berstatus anak-anak menjalani rehabilitasi, satu pelaku lainnya, berinisial IS (16), yang berusia lebih tua, dipastikan akan diproses lebih lanjut secara hukum oleh Satreskrim Polrestabes Palembang. Berbeda dengan ketiga pelaku anak, IS berada di ambang batas usia dewasa dan akan dihadapkan pada sanksi pidana sesuai hukum yang berlaku.
“Untuk pelaku IS, yang sudah berusia 16 tahun, proses hukum akan berjalan dengan lebih tegas. Dia akan diproses sesuai dengan hukum pidana karena dianggap memiliki pemahaman yang lebih matang terkait tindakannya,” jelas Kapolrestabes Palembang.
Peran Rehabilitasi dalam Penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum
Program rehabilitasi di PSRABH Indralaya menjadi bagian penting dalam penanganan anak-anak yang terlibat dalam kasus kriminal seperti ini. Rehabilitasi tidak hanya berfokus pada aspek hukum, tetapi juga menyangkut upaya pemulihan psikologis dan sosial. Para pelaku akan mendapatkan pembinaan moral, pelatihan keterampilan, dan konseling psikologis agar dapat kembali menjalani kehidupan yang lebih baik ke depannya.
Ahli hukum pidana anak, Dr. Riana Pramudita, menilai pendekatan rehabilitasi ini sebagai langkah yang tepat dalam menangani kasus kriminal yang melibatkan anak-anak. “Anak-anak yang terlibat dalam kejahatan perlu diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Rehabilitasi bukan berarti mereka tidak dihukum, tetapi merupakan bentuk sanksi yang lebih mendidik dan sesuai dengan karakteristik anak,” ujarnya.
Harapan Keluarga dan Masyarakat
Masyarakat setempat dan keluarga korban berharap agar para pelaku dapat menjalani proses rehabilitasi dengan baik dan tidak mengulangi perbuatan yang sama di masa mendatang. Sementara itu, keluarga korban, meski masih dilanda kesedihan, menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak berwenang.
Dengan penanganan yang tepat melalui rehabilitasi dan proses hukum yang berjalan, diharapkan kasus ini dapat menjadi pelajaran penting bagi anak-anak lainnya agar lebih memahami konsekuensi dari tindakan kriminal.
Dapatkan update Breaking news dan Berita pilihan kami langsung di ponselmu! Akses berita Berita Sumsel dan Nasional dari Hariansriwijaya.com dengan mudah melalui WhatsApp Channel kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaeFknTFy72E92mt3P35. Pastikan aplikasi WhatsApp-mu sudah terpasang ya!