OPINI, Hariansriwijaya.com – Di Indonesia, gelar “Habib” bukan sekadar titel biasa. Gelar ini melekat pada keturunan Nabi Muhammad SAW, yang secara historis dan spiritual memiliki tempat istimewa di hati umat Islam. Namun, belakangan, muncul fenomena yang cukup mengkhawatirkan: maraknya Habib palsu yang memanfaatkan nama besar dan kekeramatan gelar tersebut untuk kepentingan pribadi. Fenomena ini tidak hanya merusak citra Habib yang sebenarnya, tetapi juga menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.
Apa Itu Habib?
Sebelum membahas lebih jauh, mari kita pahami dulu apa itu Habib. Dalam tradisi Islam, khususnya di kalangan masyarakat Arab Hadramaut (Yaman), Habib adalah gelar yang diberikan kepada keturunan Nabi Muhammad SAW melalui garis cucunya, Hussein bin Ali. Gelar ini bukanlah sesuatu yang bisa dibeli atau diraih melalui pendidikan formal, melainkan berdasarkan nasab (garis keturunan) yang tercatat dengan rapi.
Di Indonesia, Habib sering diidentikkan dengan sosok ulama yang karismatik, memiliki ilmu agama yang mendalam, dan dihormati oleh masyarakat. Beberapa nama seperti Habib Rizieq Shihab, Habib Bahar bin Smith, dan Habib Jafar, misalnya, sudah familiar di telinga masyarakat. Mereka dikenal melalui dakwah dan kontribusinya dalam menyebarkan ajaran Islam.
Fenomena Habib Palsu: Dari Sertifikat Palsu hingga Makam Keramat
Namun, di balik kemuliaan gelar Habib, muncul oknum-oknum yang memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Salah satu kasus yang mencuat adalah penjualan sertifikat palsu untuk menjadi Habib. Pada Desember 2023, seorang pemuda berinisial JMW (24 tahun) ditangkap karena membuat situs palsu yang menawarkan jasa pencatatan nama sebagai keturunan Nabi Muhammad. Dengan tarif Rp4 juta per nama, JMW mengaku bisa memasukkan nama-nama tersebut ke dalam daftar resmi Rabithah Alawiyah, organisasi yang mencatat keturunan Nabi Muhammad di Indonesia.
Kasus ini terungkap setelah salah satu korban melaporkan penipuan tersebut. JMW, yang ternyata adalah mahasiswa Teknik Informatika, menggunakan kemampuannya untuk membuat situs palsu dan memalsukan logo Rabithah Alawiyah. Dari aksinya, dia berhasil meraup keuntungan sebesar Rp18,5 juta dari enam korban. Ironisnya, nama-nama yang dia catat adalah nama-nama Habib palsu yang tidak dikenal oleh komunitas Habib sebenarnya.
Selain kasus sertifikat palsu, fenomena Habib palsu juga merambah ke dunia spiritual. Di beberapa daerah, muncul makam-makam yang diklaim sebagai makam Habib atau bahkan petilasan Wali Songo. Salah satunya terjadi di Probolinggo, Jawa Timur. Di sebuah dusun, tiba-tiba muncul makam yang diklaim sebagai makam Habib Saloeh bin Abdullah dan beberapa ulama lainnya. Padahal, sebelumnya tidak ada catatan sejarah yang menyebutkan adanya makam di lokasi tersebut.
Menurut warga setempat, makam tersebut dibangun berdasarkan petunjuk dari orang luar. Batu-batu nisan diletakkan, dan papan nama ditancapkan untuk menandai makam tersebut. Bahkan, ada narasi yang beredar bahwa warga tidak perlu jauh-jauh berziarah ke makam Wali Songo karena “Wali Songo sudah ada di sini”. Narasi ini jelas menyesatkan dan memanfaatkan kepercayaan masyarakat yang kurang teredukasi.
Kasus serupa juga terjadi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pada November 2022, warga menemukan 10 nisan makam yang diklaim sebagai makam Habib. Nisan-nisan tersebut bertuliskan nama-nama seperti Al Zainal Abidin bin Muhammad dan Habib Husin bin Abdullah. Yang menarik, tahun kelahiran dan kematian yang tertera di nisan tersebut berkisar antara 1621 hingga 1875. Padahal, nisan tersebut terlihat masih baru dan tidak sesuai dengan usia yang tertera.
Mengapa Fenomena Ini Marak?
Fenomena Habib palsu ini muncul karena beberapa faktor. Pertama, minimnya edukasi agama di kalangan masyarakat. Banyak orang yang mudah percaya pada hal-hal yang dianggap keramat tanpa mengecek kebenarannya terlebih dahulu. Kedua, adanya oknum-oknum yang memanfaatkan kepercayaan tersebut untuk mencari keuntungan finansial. Mereka melihat peluang bisnis dari keinginan masyarakat untuk berziarah atau mendekatkan diri pada sosok-sosok yang dianggap suci.
Ketiga, budaya “kultus individu” yang masih kuat di Indonesia. Masyarakat cenderung mengistimewakan sosok-sosok tertentu, terutama yang dianggap memiliki kekeramatan spiritual. Hal ini membuat oknum-oknum tidak bertanggung jawab leluasa memanipulasi kepercayaan tersebut.
Dampak Negatif Fenomena Habib Palsu
Fenomena Habib palsu tidak hanya merugikan masyarakat secara finansial, tetapi juga merusak citra agama Islam. Oknum-oknum ini menciptakan narasi yang menyesatkan, seperti klaim bahwa berziarah ke makam palsu setara dengan berziarah ke makam Wali Songo. Padahal, dalam Islam, ziarah kubur seharusnya dilakukan dengan niat mengingat kematian dan mendoakan orang yang telah meninggal, bukan untuk mencari berkah atau keuntungan duniawi.
Selain itu, fenomena ini juga merusak citra Habib yang sebenarnya. Habib asli, yang memiliki tanggung jawab besar sebagai keturunan Nabi Muhammad, harus berhadapan dengan stigma negatif akibat ulah oknum-oknum yang memalsukan identitas mereka.
Bagaimana Menyikapi Fenomena Ini?
Sebagai masyarakat, kita perlu lebih kritis dan selektif dalam menerima informasi, terutama yang berkaitan dengan hal-hal spiritual. Jangan mudah percaya pada klaim-klaim yang tidak memiliki dasar sejarah atau agama yang kuat. Selain itu, penting untuk meningkatkan edukasi agama agar masyarakat tidak mudah terjebak dalam praktik-praktik yang menyesatkan.
Pemerintah dan otoritas agama juga perlu mengambil peran aktif dalam mengawasi dan menindak oknum-oknum yang memanfaatkan nama besar Habib untuk kepentingan pribadi. Kasus-kasus seperti penjualan sertifikat palsu atau pembuatan makam keramat palsu harus ditangani secara serius untuk mencegah kerugian yang lebih besar.
Penutup
Fenomena Habib palsu di Indonesia adalah cerminan dari kompleksitas hubungan antara agama, budaya, dan ekonomi. Di satu sisi, gelar Habib memiliki nilai spiritual dan historis yang tinggi. Di sisi lain, ada oknum-oknum yang memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Sebagai masyarakat, kita harus tetap waspada dan tidak mudah terpancing oleh klaim-klaim yang tidak jelas. Mari kita jaga kemurnian ajaran agama dan menghormati sosok-sosok yang benar-benar layak dihormati, tanpa terjebak dalam praktik-praktik yang menyesatkan
Penulis: Adjie Prasetyo