Jakarta, Hariansriwijaya.com – Nilai tukar rupiah menunjukkan performa yang positif pada perdagangan Jumat, 18 Oktober 2024, dengan mengalami apresiasi tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data RTI Business yang dipantau pada pukul 09.35 WIB, mata uang Garuda mengalami penguatan sebesar 11 poin atau sekitar 0,07%, menjadikan kurs rupiah berada di level Rp15.479 per dolar AS.
Apresiasi ini mencerminkan stabilitas ekonomi domestik yang cukup kuat di tengah kondisi global yang penuh tantangan, terutama karena volatilitas yang terjadi di pasar keuangan internasional. Meski penguatan terhadap dolar AS tergolong tipis, ini tetap menjadi sinyal positif bagi pasar dalam negeri, yang selama beberapa pekan terakhir menunjukkan fluktuasi signifikan akibat tekanan eksternal.
Namun, apabila dibandingkan dengan beberapa mata uang global lainnya, performa rupiah masih menghadapi tantangan besar. Mata uang Garuda terpantau melemah terhadap sejumlah mata uang kuat dunia seperti dolar Australia, euro, dan poundsterling. Menurut data yang sama, rupiah terdepresiasi terhadap dolar Australia sebesar 0,16%, melemah 0,01% terhadap euro, dan turun 0,01% terhadap poundsterling. Hal ini menandakan bahwa meski rupiah menunjukkan perbaikan terhadap dolar AS, mata uang ini belum mampu mempertahankan kinerjanya secara global.
Faktor Penguatan Rupiah Terhadap Dolar AS
Penguatan tipis rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu penyebab utamanya adalah sentimen positif dari kebijakan Bank Indonesia yang terus mempertahankan stabilitas moneter melalui intervensi pasar. Bank Indonesia telah secara konsisten menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, terutama dalam menghadapi guncangan eksternal seperti kebijakan moneter ketat dari The Federal Reserve yang meningkatkan suku bunga secara agresif sepanjang tahun 2024.
Di sisi lain, laju inflasi yang terkendali di dalam negeri turut memberi dorongan bagi penguatan rupiah. Data inflasi yang stabil menunjukkan bahwa daya beli masyarakat tetap terjaga, yang membantu menjaga keseimbangan dalam aktivitas ekonomi nasional. Selain itu, surplus neraca perdagangan yang diraih Indonesia dalam beberapa bulan terakhir menjadi faktor pendukung lainnya, yang menunjukkan bahwa aliran devisa dari ekspor mampu menambah cadangan devisa dan memperkuat posisi rupiah.
“Surplus perdagangan yang terus berlanjut, terutama dari sektor komoditas, memberikan dukungan bagi rupiah untuk tetap stabil. Namun, penguatan terhadap dolar AS masih harus diwaspadai karena kondisi global yang masih belum stabil,” ujar seorang analis ekonomi di Jakarta.
Rupiah Terhadap Mata Uang Global: Tantangan yang Berlanjut
Meskipun rupiah mengalami penguatan tipis terhadap dolar AS, performanya masih belum optimal ketika bersaing dengan mata uang dunia lainnya. Kelemahan terhadap dolar Australia, euro, dan poundsterling mencerminkan tantangan eksternal yang lebih luas. Dolar Australia misalnya, merupakan mata uang yang cukup sensitif terhadap fluktuasi harga komoditas, khususnya bijih besi dan batu bara, dua komoditas utama yang juga diekspor oleh Indonesia.
Kondisi pasar global yang belum stabil, termasuk ketidakpastian terkait kebijakan suku bunga di Eropa dan kawasan Asia-Pasifik, menjadi salah satu penyebab rupiah melemah terhadap mata uang-mata uang tersebut. Selain itu, euro dan poundsterling terus mendapatkan dukungan dari ekspektasi kenaikan suku bunga yang lebih agresif dari Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank of England (BoE), yang membuat kedua mata uang ini semakin kompetitif di pasar internasional.
“Rupiah masih menghadapi tantangan besar, terutama dari ketidakpastian global yang dipicu oleh kebijakan moneter ketat di negara-negara maju. Ketika suku bunga di negara-negara tersebut naik, investor cenderung mengalihkan investasinya ke aset-aset berdenominasi dolar AS, euro, atau poundsterling, yang lebih aman,” ungkap seorang analis pasar keuangan.
Bagaimana Prospek Rupiah ke Depan?
Dalam beberapa bulan mendatang, nilai tukar rupiah diperkirakan akan terus dipengaruhi oleh dinamika eksternal, terutama kebijakan moneter global dan pergerakan harga komoditas. Jika The Fed dan bank sentral lainnya tetap mempertahankan kebijakan suku bunga tinggi, rupiah kemungkinan akan menghadapi tekanan lebih lanjut. Di sisi lain, jika ekonomi global menunjukkan tanda-tanda pemulihan dan ketidakpastian mulai mereda, maka ruang untuk penguatan rupiah akan semakin terbuka.
Pemerintah Indonesia bersama Bank Indonesia juga diharapkan untuk terus memainkan peran aktif dalam menjaga stabilitas ekonomi dan nilai tukar rupiah, termasuk melalui kebijakan fiskal yang proaktif dan kebijakan moneter yang adaptif. Salah satu faktor kunci yang bisa memperkuat rupiah ke depan adalah keberlanjutan surplus neraca perdagangan, terutama dari sektor komoditas unggulan seperti minyak kelapa sawit, batu bara, dan nikel, yang memberikan pemasukan devisa signifikan bagi Indonesia.
Lebih lanjut, peningkatan investasi asing langsung (FDI) juga akan menjadi faktor penting dalam menopang nilai tukar rupiah. Dalam beberapa bulan terakhir, Indonesia telah menarik minat investor asing melalui berbagai proyek infrastruktur dan pengembangan industri hilir, yang diharapkan dapat meningkatkan arus masuk modal dan memperkuat posisi rupiah.
Di tengah tantangan global yang tak menentu, penguatan tipis rupiah terhadap dolar AS pada hari ini patut diapresiasi, namun kewaspadaan terhadap tantangan eksternal tetap diperlukan. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, rupiah diharapkan dapat tetap stabil di tengah badai ketidakpastian yang masih membayangi perekonomian global.
Dapatkan update Breaking news dan Berita pilihan kami langsung di ponselmu! Akses berita Berita Sumsel dan Nasional dari Hariansriwijaya.com dengan mudah melalui WhatsApp Channel kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaeFknTFy72E92mt3P35. Pastikan aplikasi WhatsApp-mu sudah terpasang ya!