OPINI, Hariansriwijaya.com – Kalau kita perhatiin baik-baik, di Indonesia ini ada satu fenomena sosial yang nggak bisa dipungkiri: mental penjilat. Di mana-mana ada. Dari kampus, kantor, bisnis, bahkan di ranah politik. Lucunya, semakin besar lingkaran sosial seseorang, semakin besar pula kemungkinan dia ketemu penjilat-penjilat ini.
Kenapa Banyak Orang Punya Mental Penjilat?
Ada beberapa faktor yang bikin mental penjilat tumbuh subur di Indonesia:
- Budaya feodal yang belum luntur – Dari zaman kerajaan sampai sekarang, kita masih terbiasa dengan konsep “atasan harus dihormati tanpa syarat.” Hasilnya? Orang lebih pilih menjilat daripada bersikap profesional.
- Takut kehilangan kesempatan – Banyak orang lebih pilih bermain aman dengan “mencari muka” daripada mengambil risiko beropini atau bersikap mandiri.
- Kurangnya kepercayaan diri – Mental inferior bikin seseorang merasa dia nggak bisa maju sendiri. Akhirnya, dia merasa perlu menjilat orang-orang yang lebih “berkuasa” supaya ikut naik.
Penjilat di Dunia Kerja: “Siapa yang Jilat, Dia yang Dapat”
Di dunia kerja, penjilat ini biasanya keliatan banget. Ada yang hobi “meng-iya-kan” semua perintah atasan, ada yang sok loyal padahal ujung-ujungnya cuma cari muka, ada juga yang pura-pura peduli tapi sebenarnya mau cari keuntungan.
Yang bikin miris? Justru kadang mereka ini yang malah lebih cepat naik jabatan dibanding yang kerja beneran. Karena bos juga manusia, ada yang senang dijilat dan nggak sadar kalau lagi dimanfaatkan.
Penjilat di Dunia Bisnis: “Minta Proyek, Nggak Punya Skill”
Kalau di bisnis, kita sering lihat orang yang bisanya cuma modal kenalan, tapi skill-nya nol. Mereka sok akrab sama orang-orang penting, sok “dekat” dengan pengambil keputusan, dan akhirnya dapet proyek bukan karena kemampuan, tapi karena menjilat.
Mental seperti ini bikin dunia bisnis jadi nggak sehat. Yang kompeten malah kalah sama yang hobi “gosok-gosok paha” bos besar. Akibatnya, banyak proyek yang hasilnya buruk, karena diberikan ke orang yang nggak punya kemampuan.
Penjilat di Dunia Sosial: “Mengidolakan Senior Berlebihan”
Di kampus, kita sering lihat mahasiswa yang memperlakukan seniornya kayak dewa. Nggak berani mengkritik, nggak berani beda pendapat, dan rela melakukan apa saja demi dapat pengakuan.
Padahal, menghormati itu beda dengan menjilat. Respek itu penting, tapi kalau berlebihan sampai kehilangan jati diri, itu yang bahaya. Karena lama-lama mental seperti ini bakal terbawa sampai ke dunia kerja dan bisnis.
Mental Penjilat Itu Mental Inferior
Kenapa orang jadi penjilat? Simpel: karena mereka merasa nggak cukup baik. Mereka takut kalau mereka jujur dan mandiri, mereka nggak akan dihargai. Padahal, orang-orang sukses di dunia ini adalah mereka yang punya pendirian, bukan yang kerjaannya cari muka.
Ada yang bilang, “Kalau mau sukses harus punya banyak teman.” Itu nggak salah, tapi lebih penting punya kenalan daripada teman. Kenalan itu beda: ada hubungan simbiosis mutualisme, saling menguntungkan. Kalau nggak ada manfaatnya lagi, ya udah, selesai. Beda sama penjilat yang bertahan hanya demi keuntungan pribadi.
Penutup
Nggak ada salahnya respek sama orang yang lebih senior, bos, atau orang sukses. Tapi kalau respek itu sampai berubah jadi “sikap ngejilat”, itu berarti ada masalah dengan mental kita. Percaya diri aja, kalau kita punya skill dan kemampuan, kita nggak perlu menjilat siapa-siapa. Biarkan kerja keras dan kualitas diri yang berbicara!
Jadi, buat lo yang baca ini, kalau masih ada mental penjilat dalam diri lo, saatnya berubah. Karena dunia butuh orang-orang berkualitas, bukan sekadar penjilat
Penulis: Irwansyah
Editor: David Bagaskara