Jakarta, Hariansriwijaya.com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali mengalami tekanan signifikan pada perdagangan Senin (9/9/2024). Melemahnya rupiah dipicu oleh rilis data tenaga kerja AS yang menunjukkan peningkatan, yang memicu penguatan dolar AS di pasar global. Akibatnya, mata uang Garuda harus ditutup di level Rp 15.450 per dolar AS.
Berdasarkan data dari *Refinitiv*, rupiah tidak bergerak dari posisi pembukaan perdagangan hari ini, tetapi tercatat mengalami depresiasi sebesar 0,59% jika dibandingkan dengan penutupan pada hari sebelumnya. Kondisi ini mencerminkan ketidakpastian di pasar global, terutama setelah laporan pasar tenaga kerja AS yang dirilis pada Jumat (6/9/2024).
Kenaikan Data Tenaga Kerja AS Dorong Penguatan Dolar
Penguatan dolar AS terjadi setelah laporan tenaga kerja AS untuk bulan Agustus 2024 menunjukkan adanya peningkatan jumlah pekerjaan baru. Data ini memperkuat spekulasi bahwa ekonomi AS masih berada dalam jalur pemulihan yang stabil, sehingga memperkuat keyakinan pasar bahwa The Federal Reserve mungkin akan tetap mempertahankan kebijakan moneter yang ketat.
Laporan ketenagakerjaan AS mencatat peningkatan lapangan kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls) yang lebih tinggi dari ekspektasi analis. Hal ini diikuti dengan penurunan tingkat pengangguran AS yang stabil di angka 4,3%, mengindikasikan ketahanan ekonomi AS di tengah berbagai tantangan global, termasuk inflasi yang masih tinggi.
“Kenaikan data tenaga kerja AS jelas memberikan sentimen positif bagi dolar AS. Pasar meresponsnya dengan keyakinan bahwa The Fed mungkin akan lebih agresif dalam menjaga suku bunga tinggi lebih lama, yang tentu berdampak pada mata uang negara berkembang seperti rupiah,” ujar seorang analis dari sebuah perusahaan sekuritas di Jakarta.
Tekanan Eksternal dan Tantangan Domestik
Tidak hanya tekanan dari faktor eksternal, nilai tukar rupiah juga menghadapi tantangan dari dalam negeri. Meskipun Bank Indonesia terus berupaya menstabilkan mata uang dengan berbagai kebijakan moneter, tekanan dari global sering kali lebih kuat dan sulit diantisipasi. Salah satunya adalah dampak dari kebijakan ekonomi AS yang cenderung lebih proteksionis dan langkah-langkah yang diambil oleh The Fed untuk mengatasi inflasi tinggi di dalam negeri.
Selain itu, peningkatan cadangan devisa Indonesia yang baru-baru ini diumumkan, meski positif, belum mampu memberikan dorongan signifikan bagi nilai tukar rupiah. Cadangan devisa Indonesia tercatat meningkat menjadi US$ 150,2 miliar pada akhir Agustus 2024, namun sentimen eksternal dari pasar global masih mendominasi pergerakan rupiah terhadap dolar AS.
“Peningkatan cadangan devisa seharusnya menjadi faktor penyeimbang bagi rupiah. Namun, faktor eksternal, terutama kekuatan dolar AS, lebih dominan dalam mempengaruhi pergerakan mata uang di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” jelas analis tersebut.
Prediksi Pergerakan Rupiah ke Depan
Dengan kondisi pasar global yang masih tidak menentu, para ekonom memperkirakan nilai tukar rupiah mungkin masih akan mengalami volatilitas dalam beberapa waktu ke depan. Fokus utama pasar saat ini tertuju pada langkah-langkah lanjutan yang akan diambil oleh The Federal Reserve terkait suku bunga, serta perkembangan ekonomi di Tiongkok yang juga menjadi mitra dagang utama Indonesia.
“Jika The Fed tetap pada sikap hawkish, maka ada kemungkinan dolar AS akan terus menguat, dan ini tentu saja akan menjadi tekanan tambahan bagi rupiah. Selain itu, perkembangan di Tiongkok yang mengalami perlambatan ekonomi juga bisa menjadi faktor lain yang membebani rupiah, mengingat besarnya hubungan dagang antara Indonesia dan Tiongkok,” ujar ekonom dari sebuah lembaga riset ekonomi.
Langkah Antisipasi Bank Indonesia
Bank Indonesia diperkirakan akan tetap menjaga kebijakan moneter yang ketat untuk merespons pelemahan rupiah. Suku bunga acuan yang sudah berada di level 5,75% kemungkinan akan dipertahankan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan menekan dampak inflasi yang bisa memperburuk daya beli masyarakat.
Selain itu, intervensi di pasar valuta asing juga diprediksi akan terus dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengurangi volatilitas nilai tukar rupiah. Intervensi ini termasuk langkah-langkah seperti penjualan dolar di pasar spot serta penggunaan instrumen keuangan seperti Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) yang bertujuan untuk menjaga stabilitas pasar keuangan domestik.
“Bank Indonesia tentu harus berhati-hati dalam merespons pelemahan rupiah ini. Kebijakan suku bunga harus disesuaikan dengan kondisi inflasi di dalam negeri, namun di sisi lain, stabilitas nilai tukar juga sangat penting untuk menjaga kepercayaan investor asing,” ujar seorang analis senior dari perusahaan sekuritas di Jakarta.
Kesimpulan
Pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang mencapai level Rp 15.450 pada perdagangan Senin ini menjadi sinyal bahwa pasar global masih didominasi oleh sentimen eksternal, terutama pengaruh dari kebijakan ekonomi AS. Meskipun terdapat faktor-faktor domestik yang mendukung seperti peningkatan cadangan devisa, rupiah masih harus menghadapi tantangan besar dari pergerakan dolar AS yang kuat.
Kebijakan yang akan diambil oleh The Fed dalam beberapa bulan ke depan serta perkembangan ekonomi global, termasuk di Tiongkok, akan menjadi kunci utama bagi pergerakan nilai tukar rupiah. Para pelaku pasar diharapkan tetap waspada dan mengikuti perkembangan lebih lanjut untuk mengantisipasi dampak dari volatilitas di pasar keuangan global.
Dapatkan update Breaking news dan Berita pilihan kami langsung di ponselmu! Akses berita Berita Sumsel dan Nasional dari Hariansriwijaya.com dengan mudah melalui WhatsApp Channel kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaeFknTFy72E92mt3P35. Pastikan aplikasi WhatsApp-mu sudah terpasang ya!